Sabtu, 15 Juli 2017

GERIMIS BANGGERIS


PROKAL.COASSALAMUALAIKUMTeman-teman, besok perkuliahan jam pertama berlangsung di Kampus FKIP Gunung Kelua. Permintaan dosen langsung tadi waktu saya hubungi. Jangan lupa tugasnya. Trims…
Pesan yang baru saja masuk ke ponsel Azizah, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mulawarman Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Wajahnya terlihat kurang senang dengan pesan yang masuk itu. Jemarinya mulai bermain pada keyboard ponsel kecilnya, memberanikan diri menulis sebuah pesan balasan.
WaalaikumsalamTing, apa tidak bisa dilobi untuk kuliah di Banggeris saja?Tangan Azizah mulai menekan tombol send pada ponselnya. Ia mengirimkan pesan balasan pada kontak yang diberinya nama Kating Hadi di ponselnya. Kating adalah akronim dari ketua tingkat. Azizah dan teman-teman kelasnya sudah biasa memanggil Hadi dengan sebutan Ting. Lama ia menunggu balasan. Hingga pada akhirnya sebuah balasan yang tidak Azizah harapkan masuk.

Maaf, Zah, sepertinya tidak bisa.
***
Subuh telah berpulang ke peraduan. Namun, langit Banggeris pagi itu masih terlihat seperti waktu subuh. Awan hitam menyelimuti langit, tak memberi celah pada surya untuk memancarkan rona. Angin telah ribut berlalu-lalang menghantam pepohonan, rumah, spanduk di pinggir jalan, dan lain-lainnya. Sudah bisa ditebak, Banggeris atau Samarinda hari ini akan terguyur hujan.
Gerimis mulai turun. Azizah masih menunggu ponselnya berdering. Berharap ada pesan atau telepon masuk memberi kabar baru tentang perkuliahan hari ini. Wajahnya masih cemberut dan terlihat malas-malasan menyiapkan bahan perkuliahan. Buku-buku perkuliahan dan alat tulis telah masuk rapi di tas punggungnya. Lagi-lagi ia menatapi layar ponselnya. Nihil, tidak ada pesan atau panggilan. Hatinya tiba-tiba berkeinginan menghubungi ketua tingkatnya lagi.
Namun, ia urungkan niatnya itu, ia takut akan membuat ketua tingkatnya kesal. Apalagi ia pernah punya pengalaman buruk tentang hal itu. Pernah suatu hari, Hadi marah pada teman-teman di kelas karena banyak permintaan ini dan itu. Hingga pada akhirnya, Hadi menawarkan pergantian ketua tingkat. Namun, tak ada satu pun yang mau menggantikan karena beratnya tanggung jawab.
Gerimis terus mengguyur Banggeris. Azizah melihat jam di ponselnya telah menunjukkan pukul 07.00. Ia harus segera berangkat agar sampai tepat waktu di Kampus Gunung Kelua. Ia mengambil tas punggungnya, lalu  membuka dan mengeluarkan dompetnya. Ia mengeluarkan uang yang ada di dalamnya dan menghitungnya. Masih ada sekitar tiga puluh lima ribu. Lalu, dua belas ribunya ia keluarkan dan memasukkannya ke saku baju untuk ongkos angkot.
“Hmmm… dua belas ribu. Uang ini bisa untuk satu porsi sarapan kalau tidak ke Gunung Kelua,” gumamnya dalam hati.
Azizah mulai melangkah keluar indekos. Ia mulai berjalan kaki keluar gang mengenakan payung biru muda. Perempuan berjilbab itu tinggal di Gang 8 Jalan Banggeris. Ia memilih indekos di Banggeris karena aktivitas perkuliahan FKIP PGSD berpusat di Kampus Banggeris, bukan di Gunung Kelua. Selain itu, karena Azizah adalah salah seorang mahasiswa yang hidupnya pas-pasan. Kendaraan ia tak punya. Karenanya, sebisa mungkin ia akan menghemat uangnya agar cukup memenuhi kebutuhan hidupnya selama kuliah. Dengan tinggal di Banggeris, ia bisa menghemat biaya transportasi ke kampus. Cukup berjalan kaki. Namun sayang, terkadang ia harus memenuhi jam perkuliahan di Kampus Unmul wilayah lain seperti Kampus Gunung Kelua dan juga Kampus Pahlawan yang membutuhkan biaya transportasi.
Untuk bisa menuju Kampus Gunung Kelua, Azizah harus terlebih dahulu keluar berjalan kaki dari Jalan Banggeris menuju jalan utama yang jaraknya cukup jauh untuk mendapatkan angkutan umum. Azizah menikmati gerimis pagi itu. Rintik yang berjatuhan tak sedikit kembali memantul mengenai rok panjangnya yang membuatnya jadi kotor.
 “Mau ke mana, Zah?” tanya seorang teman perempuan yang berbeda kelas saat melewati depan Kampus Banggeris. “Mau ke Gunung Kelua, ada jam kuliah di sana,” jawab Azizah sambil memberi senyum.
“Wah, gerimis-gerimis kaya gini? Mending izin aja!” sarannya.
“Gak apa-apa. Ada tugas soalnya hari ini,” jawab Azizah. Azizah meneruskan perjalanan menuju jalan utama.
Irama gerimis pagi itu masih senada, tidak kunjung reda, tidak pula kunjung lebat. Namun, cukup membuat Banggeris hari itu sedikit tergenang dan memberhentikan aktivitas sebagian orang. Azizah kini telah sampai di jalan utama. Ia mengamati setiap kendaraan yang lewat, mencari keberadaan angkot berwarna hijau.
Azizah telah masuk angkot hijau, melaju meninggalkan Banggeris menuju Jalan Antasari. Di dalam angkot, Azizah kembali membuka ponselnya. Tak ada pesan atau panggilan masuk. Lalu, dimasukkan kembali ponselnya ke dalam tas punggung. Azizah kemudian menghadapkan pandangannya pada kaca jendela angkot, memandangi setiap pemandangan di luar sana. Antasari hari itu tergenang air. Azizah dan penumpang lain kini seperti bukan sedang berada di dalam angkot, melainkan seperti sedang berada di atas kapal laut. Azizah menikmati setiap goncangan-goncangan yang terjadi di dalam angkot itu.
Angkot telah keluar dari Jalan Antasari. Azizah melihat kembali ponselnya, sudah pukul 07.25. Ada kekhawatiran dalam hatinya kalau ia akan terlambat.
Kini, angkot telah sampai di perempatan Mal Lembuswana. Azizah akan turun di sini untuk melanjutkan perjalanan dengan angkot berikutnya. Ya, untuk ke Kampus Gunung Kelua memang harus menaiki dua angkot jika berangkat dari Banggeris. Azizah turun dari angkot, membuka payungnya kembali karena irama air langit tiba-tiba menjadi deras dan lebat. Azizah melihat sekitar, jalanan tergenang dan mengarus. Azizah harus mengangkat roknya untuk bisa terbebas dari genangan air di tengah jalan itu menuju tempat menunggu angkot berikutnya.
Azizah berhasil melewati genangan. Kini, ia telah berada di angkot berwarna biru yang akan membawanya ke Jalan Pramuka, gerbang memasuki Kampus Gunung Kelua. Tangannya kembali mengambil ponsel di dalam tas. Sudah pukul 07.45, Hatinya kembali khawatir. Pasalnya, selain sudah mendekati waktu perkuliahan, di Jalan Pramuka juga rawan banjir. Belum lagi kalau ia nanti diturunkan di ujung Jalan Pramuka, bukan di depan kampus, karena tak banyak sopir angkot mau mengantarkan sampai ke dalam kampus. Itu artinya, Azizah harus kembali berjalan kaki masuk menuju Kampus FKIP yang jaraknya lumayan jauh dan memakan banyak waktu.
Di dalam angkot menuju Jalan Pramuka, tiba-tiba ponselnya berdering singkat, tanda pesan masuk. Azizah membuka tas punggungnya, mengambil ponselnya lalu membaca pesan yang masuk.
Teman-teman, kuliahnya dibatalkan.Saya baru dihubungi Pak Dosen nih, katanya sedang ada tamu dari luar kota dan tidak bisa ditinggalkan.
Azizah terdiam. Hati Azizah saat itu seperti kemasukan banyak benda, sesak dan sakit. Belum lagi kekhawatiranya tadi benar-benar terjadi, ia diturunkan di pengujung Jalan Pramuka. Pak sopir tak mau mengantarnya sampai dalam kampus. Tak banyak yang bisa ia lakukan. Ia hanya mengambil napas panjang lalu mengeluarkannya sembari mengelus dada. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar